powered by ★bintangkwecil

Rabu, 10 November 2010

ELEGY

I have met him at close of day
Coming with the same spirit
From the past that not real
Almost 10 years

So sensitive his nature seemed,
So caring and sweet his attitude.
A man who never I had dreamed
He had done most bitter wrong
with some peoples,
And I try to forget it.
He’s not my criteria
Tall, furry, and he likes to shave his hair,
But he could melt me.

There’s no perfect day except for the smell of coffee with him
Spending time on the telephone.
How do I found my day was so colourful.
There’s no time for myself, filled by him and I don’t rebel, just enjoy it.
Until one day I realized that I have same feelings with him.

Ada 2 opsi; menjadi orang yang beruntung, yang bisa menyayangi seseorang dan membangun hubungan dari situ, atau harus menerima kenyataan bahwa menyayangi seseorang itu membutuhkan waktu (harus dipupuk dan dipelajari).
Proses untuk membangun komitmen dengan orang yang berbeda jenis kelamin, menurutku sangat mudah asal ada keinginan yang sama. Beda halnya, jika ingin menyayangi seseorang, hal yang sulit. Aku adalah tipe orang dengan opsi kedua. Begitulah hal yang terjadi, seperti dengan orang ini. Kami berkomitmen dulu baru aku bisa belajar dan...success !!
Awal pertemuan yang sederhana, niat yang sederhana untuk lebih mengenal, menjalani dengan sederhana pada mulanya. Semua berangkat dari kesederhanaan dan itu kunci dari pondasi yang kami bangun.
Banyak yang meragukan jalan yang kami pilih, tapi dalam hati, seribu mesiu pun sudah aku siapkan untuk maju berperang. Masih jelas dalam ingatan, bagaimana segerombolan serigala buruk rupa merongrong kami. Berbagai senjata sudah aku kerahkan, mulai dari bambu runcing sampai nuklir. Sejauh ini kami menang (setahuku). Satu yang tidak aku perhitungkan sebelumnya; ketika peperangan di luar bukan bahaya yang sebenarnya. Sejatinya, kunci dari keteguhan suatu komitmen antara 2 orang; kepercayaan, kejujuran dan loyalitas. I never thought that we have little. Jika, tiga hal ini kami kaya, maka kaya pulalah hubungan ini.
Belajar itu memang tidak gampang. Awalnya, belajar menerima seseorang, belajar menyayangi dan memupuknya setiap hari, kemudian masih juga harus belajar menerima kenyataan, mempercayai, jujur dan loyal. Apa mudah? Sangat sulit. Selain harus menggunakan hati, otak pun dituntut terlibat. Jika tidak, pertengkaranlah yang berkuasa. Masa krisis itu pun kami pernah melewati.
Setelah 1 tahun ini semua berjalan (anniversary sudah lewat beberapa waktu yang lalu dengan kesederhanaan), saatnya kini untuk cooling down. Semua yang bergejolak, diredupkan. Semua tanpa terkecuali. Bukan lagi waktunya untuk belajar menyayangi, tetapi belajar mempertahankan perasaan agar tetap sama meskipun masing – masing pribadi sudah berbeda seiring dengan perubahaan keadaan.
Beberapa hari ini, banyak pertanyaan yang senada disampaikan, mau dibawa kemana? Aku hanya tersenyum, ah seperti lagu saja. Kami begitu tenang menjalani dan membiarkan keriuhan di luar sana tetap riuh. Kontroversi tentang kami masih terus berlanjut meski kami bukan selebriti, dan jauh dari huru hara infotainment.
Malam ini aku melihatnya dari jauh, dari ingatan, dia sedang menjalani sisi kehidupan yang lainnya (di sanalah perbedaannya). Aku hanya ingin terus memandanginya tanpa berniat untuk menyentuhnya. Biarkan saja.
I don't like feeling that we're losing what we had, but I do.
I move to get closer to you, but you pull away it feels.
I don't know what's in your mind.
I don't know what's in my own mind.
Is it all in my mind?

Now, I look at you from a distance
Only my eyes that touch you
My fingers don’t do that, it’s time for the eyes.

Hey, man with belly bear
Enjoy your time, world, laugh, sing, dance, or anything
I’m here,
Just look at you from a distance
Lighten up, I’m not going to disturb you

: Happy 'simply' anniversary to you...

~`aR~

Senin, 08 November 2010

IGNORANCE


Episode kali ini adalah tentang titik terendah dalam hidup.
Seringai matahari kali ini benar – benar mengkerutkan nyali kulitku. Kulit yang sudah lama tidak pernah aku perhatikan, terlantar seperti rambutku. Mereka berdua memang layaknya kambing congek yang tidak pernah aku beri rumput dan air. Langit memang berkuasa, bahkan mengangkat muka pun aku tidak sanggup. Oke, aku menyerah. Aku duduk di bawah pohon. Akasiana ini cukup layak menjadi pahlawan. Thank’s a lot bro.
Apa yang hendak aku ceritakan? Hmmm, I’m not sure. Lagu paramore dengan ignorancenya seperti menghentak di otakku.  Ignorance? I remember about my ignorance.  Ignorance dalam menghadapi hidup setahun ini.
Merasakan penolakan di berbagai aspek, mengingat kesalahan satu demi satu, dan keterpurukan ini terjadi. Ini aku sebut dengan titik beku. Beberapa mimpi yang sudah ada di tangan lepas lagi. Aku tidak bisa menjaga semua kado dari Tuhan. Keajaiban – keajaiban yang dulu sempat nyata tidak tahu lagi dimana keberadaannya sekarang. It’s my fault.
Lembaran kertas yang semrawut di meja kerjaku, aku tinggalkan begitu saja. Sakit duduk di sana, seperti dikerumuni nyamuk beribu jumlahnya. VAIO, si mungil putih ini pun seperti enggan menjadi aksesku dengan dunia. VVIP Room, tempat peraduanku, mungkin jengah dengan jatuhnya zat cair yang seharian aku tahan agar tetap stay menggantung di pelupuk mata.
Aku memejamkan mata dan berusaha menembus beberapa alam menuju tempat rahasiaku. Dreamland. Padang rumput itu, tidak ada. Aku menunggu angin datang dan membantai rambutku. Dia tidak pernah datang lagi. Ini tempatku bukan? Bahkan aku merasa asing dengan tempat yang aku  bangun sendiri? Tepatlah kalau begitu, It’s no space for me.
Aku membuka mata dan mendapati lahan kosong yang begitu luas. Karya, usaha dan doa yang harus aku gubah di sana. Jalanan ini pun kosong, no body here. Sementara aku membutuhkan orang untuk menamparku kemudian mengusap zat cair ini. Menuntun ke arah lahan itu. I’m still waiting because I don’t have any power. Please come to me. Ease my pain.


~`aR~