powered by ★bintangkwecil

Rabu, 31 Oktober 2012

MEMO BIRU, 31 OKTOBER

Tuhan...untuk tahun ini, aku minta teman untuk melewati hari itu. I don’t have any power.

Aku hanya bisa mengingat selarik doa yang aku panjatkan entah kapan, setelah menyadari dia di hadapanku saat ini. Tuhan, mukjizat atau apa ini namanya? Aku hanya merasa Tuhan tersenyum. Tidak menjawab. Keegoisanku muncul untuk menahan waktu dan antek – anteknya.

Jangan bergerak. Beri aku waktu untuk menjadi manusia.

Dia hanya terdiam. Lantas, apa yang menariknya datang hari ini jika bukan telepati? Ah, aku lupa, telepati kita seharusnya sudah kadaluwarsa dimakan kepenatan. Lalu apa???

Aku menggenggam tangannya seolah – olah itu benar – benar nyata. Membawanya masuk ke alam bawah sadar. Biar...biar saja jika ini nyata. Biar kita mengkristal di sana. Jika ini mimpi, biar saja masuk ke mimpi lebih dalam lagi. Terkadang kita tidak perlu merasa nyata untuk menjadi ada.

Aku menelusuri setiap lekuk tangannya. Ada yang berbeda. Ini bukan tangan yang aku cari. Aku tidak mengenalinya.

Who are you? Who are you? Who are you?

Aku meraung – raung meneriakkan pertanyaan. Hanya gaung yang menjawab, menimbulkan kepenatan. Jika kamu bukan kamu. Lantas, dimana kamu?

Aku meremas tangannya. Tangan asing yang tetap diam di dalam genggaman tanganku.

Dimana kamu culik ilusi
Inspirasi yang menyita habis konsentrasi?
Dimana kamu telan khayalan
Bayangan yang pernah menjadi masa depan?

Aku melunak. Mungkin aku yang lupa bagaimana cara untuk merasa. Mungkin aku terlalu lama untuk tidak mengeja. Mungkin aku lupa mengingat.

Dear 31 Oktober,
Aku masih bisa bertahan tanpa perlu kamu munculkan yang telah tiada.
Orang asing ini pun sudah cukup memberi kekuatan, walaupun tidak bisa menggantikan.

~`aR~

Sabtu, 27 Oktober 2012

THE TRUTH

Aku kehilangan inspirasi....
Padahal kemarin aku masih bisa memakannya bersama sepiring nasi. Jangan katakan habis dilebur oleh gerimis. 

Aku kehilangan rindu...
Padahal kemarin aku masih bisa meminumnya bersama segelas susu. Sebelum mendung dan langit menjadi murung.

Sesungguhnya aku kehilangan kamu...
Padahal aku hanya meminta sejenak waktu. Biar kuselesaikan jabang buku, selebihnya biar mengabur segala momentum.

Lalu,
Aku terpekur oleh buramnya ingatan tentang rindu. Mati rasa oleh kehilangan yang memang sudah ditahbiskan menjadi realita. 

Tidakkah cukup sederhana?
Hanya selembar ingatan, bukan kehadiran. Jika tidak boleh meminta, maka aku hanya akan meminjam. Bukan bermaksud bermain perasaan atau membajak kekinian, hanya selintas pandang tentang kenangan.

Aku tidak bisa membuka lagi kotak pandora. Membiarkan luka ikut mengudara. Membungkamku agar tidak bersuara. 

Tuan, kapan boleh aku pinjam ruang untuk bersendawa?

~`aR~