powered by ★bintangkwecil

Sabtu, 10 November 2012

Jakarta, 10 November 2012

Catatan Kecil 10 November 2012,

Kata orang, hari ini hari Pahlawan. Dimana Pahlawan identik dengan pejuang, komandan, prajurit, jajahan, fighting.

2012 ini kita sudah merdeka...jadi sudah sewajarnya jika ingin menambahkan kata merdeka, proklamasi, bendera sendiri, negara sendiri.

Aku masih menatap podium sambil menggenggam peci hitam. Jauh di sana, sudah lama kamu mengibarkan bendera, bahkan sudah mulai membangun kabinet pembangunan. Aku tersenyum, tanpa kegetiran lagi. Bukan gentar untuk berpidato jika kamu melihat aku masih termangu di depan podium. Hanya merasa mungkin kita bukan pejuang, tapi pengecut atau pengkhianat?

Pengecut karena keok dengan keadaan. Pengkhianat karena mengkhianati diri sendiri atas panji – panji yang pernah dicanangkan. Ada yang lebih gagal dari ini semua?

Untung di dunia ini cuma diciptakan satu aku, satu kamu. Coba bayangkan jika ada seribu aku dan seribu kamu di luar sana. Anarkisme karena keegoisan pasti sudah membabi buta. Menculik Garis – Garis Besar Haluan Negara. Pelanggaran HAM dimana – mana.
Hari ini, aku masih saja bertanya : apa benar kita pernah jadi pejuang? Yakin bukan pengecut atau pengkhianat?

Apa karena kita sempat bercengkerama di 17 Agustus lantas itu menyempurnakan bahwa kita pejuang? Apa karena sama – sama berada di dalam keluarga purnawirawan lantas kita pejuang?

Mungkin kita terhipnotis dengan Merah Putih, 17 Agustus atau 10 November dan segala atribut perjuangan lainnya. Mungkin kita hanya mendompleng istilah. Mungkin juga suatu kebetulan bukan sinkronisasi semesta.

Aku menghela nafas sambil melipat benderaku. Tertunduk di depan podium. Mengakui kebohonganku.

Aku bukan komandan, bukan prajurit, aku hanya fenomena alam yang kebetulan berpapasan. Lantas kamu? Tetap bersikeras beridentitas pejuang?

Aku di sini, melihatmu menata negara yang sedang kamu bangun. Memimpin rapat – rapat kenegaraan dan event – event nasional. Melihat gurat – gurat senyum yang entah berapa lama tidak pernah muncul di wajahmu. Mungkin waktu itu kita terlalu lelah untuk merebut daerah jajahan. Terlalu bersemangat untuk memenangkan konflik antar RAS. Kita lupa menaruh jari telunjuk di sudut bibir dan tarik ke atas. Maaf, saat itu aku masih merasa menjadi pejuang bukan ilmuwan yang menemukan rumus pelukis senyuman.

Apa rasanya merdeka? Bisa kamu ceritakan? Aku lupa untuk mencecap rasa. Bahagia dengan susunan kabinet reformasimu? Aku lupa definisi bahagia setelah menyadari perang sudah usai dan kita berjuang untuk negeri masing – masing.

Rekan sejawat
(Aku *pura – pura* lupa siapa Komandan, siapa Prajurit),
Apa kabar lagu kebangsaan? Dulu, jika salah satu dari kita amnesia karena musuh semakin merajalela, maka yang lain harus mengingatkannya dengan lagu kebangsaan. Hanya saja kita salah perhitungan, ternyata kita berdua sama – sama amnesia. Mungkin itu sebabnya, kita membentuk gerakan separatisme dan mer-de-ka.
Aku letakkan lencana di sudut meja dan semangkuk sayur asam. Jika sewaktu – waktu kamu singgah, ini bukti aku ‘pernah’ tidak kemana – mana. Aku mau mengkristalkan diri di antara gugusan bintang. Dunia ini membuatku sulit bernafas.

Fakething...!!!eh, Fightshit...!!! Ah apa namanya salam kita? Aku terlalu lelah untuk mengucap.

  Aku pamit.

-Bukan Pejuang-
~`aR~



Tidak ada komentar:

Posting Komentar