powered by ★bintangkwecil

Kamis, 08 November 2012

SPIRITUALITAS KEHIDUPAN

Beberapa hal yang ditakuti manusia adalah menjadi tua, sakit dan maut (Anonim).

Salah satu momok dalam hidup adalah menyerah sebelum kalah (Archi -  2012).

Menjadi tua, sakit ataupun maut sesungguhnya bukan suatu hal yang perlu ditakuti. Ketiganya adalah kepastian yang tidak bisa dihindari. Bukankah saat ini kita hidup di dunia?

Hanya saja untuk menghadapi hal yang pasti tersebut, banyak di antara kita yang tidak siap, selalu tidak siap, bahkan tidak akan pernah siap. Orientasi manusia pada kenikmatan, kenyamanan, dan kekekalan yang sifatnya menyenangkan ternyata bisa menjadi penyebab tumbangnya iman. How come? Manusia lebih nyaman berada di comfort zone. Mayoritas dari kita mencari kehidupan yang tenang dan damai, bahkan kalau perlu tidak ada konflik. Kita menjadi terobsesi dengan surga. Gambaran surga yang serba indah tentu menggiurkan. Kehidupan yang bertahun – tahun di dunia menjadi begitu membosankan. Kalau saja untuk masuk surga ada program akselerasi, mungkin korupsi terbesar bukan di meja wakil rakyat. Banyak di antara kita (mungkin) menjadi tidak sabar ingin dimutasi ke surga. Menghalalkan berbagai cara untuk bisa mendapat “green card”. Bagian penerimaan anggota surga mungkin sampai kewalahan dengan sogokan dari manusia ya.

Back to reality, untuk mendapat surga faktanya tidak semudah itu. Kita harus menyelesaikan pertandingan di dunia terlebih dahulu. Pemenangnya bisa mendapat “green card”.

Kita tetap harus menghadapi kenyataan untuk menjadi tua, merasakan sakit dan menerima jika maut datang.
Saat ini bahasan lebih rinci bukan tentang tua dan maut, tapi tentang sakit.

Permenungan saya beberapa jam ini membuahkan pemikiran bahwa kita kadang memang HARUS sakit. Ya, harus sakit. Bisa jadi Tuhan memakai “sakit” untuk mendelegasikan satu tugas khusus atau itu cara DIA berbicara dengan kita. Nah, selanjutnya, kita sendiri yang harus menerjemahkan “clue” tersebut.

Sedikit cerita, saya dulu pernah “bersedia” jika Tuhan mau memakai saya untuk “tugas khusus”. Saya mau jadi alat Tuhan, setidaknya itu better daripada menuruti kehendak keduniawian yang membuat capek. Saat itu, rasanya saya kuat untuk menanggung.

Sekarang, setelah flashback setahun ke belakang, saya gentar juga dengan “kesanggupan” waktu itu. Bagaimana jika kondisi tubuh yang semakin menurun ini adalah “jawaban”? Bagaimana jika tubuh saya dipakaiNYA untuk menyatakan kuasaNYA? Berbagai pikiran buruk berkelebatan tidak tentu arah. Mengikis iman yang sedang saya bangun perlahan – lahan.

Ada perlawanan di dalam batin, mengapa Tuhan lakukan ini ketika saya sudah menemukan “tujuan” hidup? Mengapa Tuhan berikan ini ketika saya sedang “berbenah”? Ada jawaban dari pertanyaan tersebut : rencanaNYA tidak pernah gagal.

Kita hanya mampu melihat sebagian kecil dari hidup, sedangkan Tuhan yang membuat rancangan hidup secara keseluruhan. DIA tahu yang terbaik untuk setiap pribadi.

So, yuk tingkatkan spiritualitas kehidupan kita. Psssttt...jangan mau kalah. GBUs 

~`aR~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar